PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26
1. DASAR HUKUM
a. Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 16 Tahun 2009 :
b. Undang – Undang nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang – Undang Nomor 38 Tahun 2008 ;
c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota ABRI, Dan Para Pensiunan Atas Penghasilan Yang dibebankan Kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah;
d. Peraturan Pemerintah Nomor 149 Tahun 2000 tentang pemotongan PPh Pasal 21 Atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Tebusan, dan Tunjangan Hari Tua;
e. Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 181/PMK.03/2007 tentang Bentuk dan Isi surat Pemberitahuan, Serta Tata Cara Pengambilan, Pengisian, Penandatanganan, dan Penyampaian Surat Pemberitahuan;
f. Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak;
g. Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 186/PMK.03/2007 tentang Wajib Pajak Tertentu yang dikecualikan dan Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda karena Tidak Menyampaikan Surat Pemberitahuan Dalam Jangka Waktu yang ditentukan;
h. Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 190/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengembalian Pembayaran Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang;
i. Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 246/PMK.03/2008 tentang Bea siswa Yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan;
j. Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 250/PMK.03/2008 tentang Besarnya Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun yang dapat dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap atau Pensiuanan;
k. Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 252/PMK.03/2008 tentang Penunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak Atas Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan orang pribadi;
l. Peraturan Menteri Keungan Nomor : 254/PMK.03/2008 tentang Penetapan Bagian Penghasilan sehubungan Dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan Serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan;
m. Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-57/PJ/2009 tanggal 25 Mei 2009 tentang Perubahan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-31/PJ/2009 Tanggal 25 Mei 2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Jasa, dan Kegiatan orang Pribadi;
n. Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2009 tanggal 25 Mei 2009 tentang Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26;
o. Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-38/PJ/2009 tanggal 23 Juni 2009 tentang Bentuk formulir Surat Setoran Pajak;
p. Peraturan Direktur jenderal Pajak No. PER-53/PJ/2009 tanggal 30 September 2009 tentang Bentuk Formulir SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2), SPT Masa PPh Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23 dan/atau Pasal 26 serta Bukti Pemotongan / Pemungutannya
2. PPh PASAL 21/26
Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah Pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, daan kegiatan dengan nama dan bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Negeri.
Pajak Penghasilan Pasal 26 adalah Pajak Penghasilan atas dividen, bunga termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang, royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan penggunaan harta, imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan da kegiatan, hadiah dan penghargaan, pensiun dan pembayaran berkala lainnya yang diterima atau diperoleh wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia.
3. Pemotong PPh PASAL 21/26
Termasuk pemotong PPh Pasal 21/26 adalah Bendahara Pemerintah termasuk Bendahara pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya dan kedutaan Besar Republik Indonesia di Luar Negeri.
4. PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPh PASAL 21/26
1. Penghasilan Yang Diterima Oleh Pejabat Negara, PNS dan ABRI Dan Para Pensiunan Yang dibebankan Kepada Keuangan Negara/Daerah (APBN/APBD)
a) Penghasilan yang diterima berupa:
• Gaji dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya tetap dan terkait dengan gaji yang diterima oleh PNS dan anggota ABRI;
• Gaji Kehormatan dan tunjangan-tunjangan lain yang terkait atau imbalan tetap sejenisnya yang diterma oleh Pejabat Negara;
• Uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya tetap dan terkait dengan Uang Pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk janda atau duda dan/atau anak-anaknya, yang dibebankan kepada Keuangan Negara (APBN/APBD).
b) Penghasilan berupa honorarium, uang sidang, uang hadir, uang lembur, imbalan prestasi kerja dan imbalan lain dengan nama apapun yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah (APBN/APBD).
Pengecualian:
Apabila penghasilan tersebut di atas dibayarkan kepadaa:
• Pegawai Negeri Sipil golongan II-d ke bawah : dan
• Anggota ABRI berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah.
2. Penghasilan Yang Diterima Oleh Penerima Penghasilan selain Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota ABRI Dan Para Pensiunan Yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara/Daerah, anatara lain berupa:
- Upah harian, upah mingguan, upah satuan, uang saku harian dan upah borongan;
- Honorarium, uang saku, hadiah, penghargaan, komisi, bea siswa; serta pembayaran lain sebgaia imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan.
Catatan:
Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan oleh Pemerintah tidak dipotong PPh Pasal 21.
5. PENGHASILAN YANG TIDAK DIPOTONG PPh PASAL 21/26
Penghasilan yang tidak dipotong PPh Pasal 21 adalh :
a) Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan oleh pemerintah tidak dipotong PPh Pasal 21;
b) Beasiswa yang diberikan kepada Warga Negara Indonesia dalam rangka mengikuti pendidikan di dalam negeri pada tingkat dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Komponen bea siswa meliputi biaya pendidikan yang dibayarkan ke sekolah (tuition fee), biaya ujian, biaya penelitian yang berkaitan dengan biaya studi yang diambil, biaya untuk pembelian buku, dan/atau biaya hidup yang wajar sesuai dengan daerah lokasi tempat belajar.
6. PENGURANGAN YANG DIPERBOLEHKAN
a) Atas Penghasilan Yang Dibayarkan Kepada Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota ABRI Dan Para Pensiunan
1. Untuk menentukan penghasilan neto Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil dan Anggota ABRI: Penghasilan Bruto dikurangi:
• Biaya Jabatan sebesar 5% dari Penghasilan bruto setinggi-tingginya Rp.6.000.000,00 (enam juta rupiah) setahun atau Rp.500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) sebulan;
• Iuran Pensiun.
2. Untuk menentukan penghasilan neto penerima pensiun: Penghasilan Bruto dikurangi Biaya Pensiun sebesar 5% dari penghasilan bruto berupa uang pensiun setinggi-tingginya Rp.2.400.000,00 (dua juta empat ratus ribu rupiah) setahun atau Rp.200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) sebulan.
3. Untuk menentukan Panghasilan Kena Pajak Penghasilan Neto dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
b) Penghasilan Tidak Kena Pajak:
| PTKP | Setahun | Sebulan |
• • • | Untuk diri Pegawai Tambahan untuk Pegawai yang kawin Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan semen dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 (tiga)
| Rp 15.840.000,00 Rp 1.320.000,00 Rp 1.320.000,00
| Rp 1.320.000,00 Rp 110.000,00 Rp 110.000,00
|
PTKP Karyawati :
• Untuk karyawati status kawin :
Pengurangan Penghasilan Tidak Kena Pajak hanya untuk dirinya sendiri Rp 15.840.000,00
• Untuk Karyawati status tidak kawin :
Pengurangan PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungannya paling banyak 3 (tiga) orang.
• Untuk karyawati status kawin tetapi suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan:
Pengurangan PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP sebesar Rp 1.320.000,00 setahun atau Rp.10.000,00 sebulan ditambah PTKP tanggungan keluarga paling banyak 3 (tiga) orang, dengan syarat menunjukkkan keterangan tertulis dari pemerintah daerah setempat serendah-rendahnya kecamatan, bahwa suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan.
........
7.