Total Tayangan Halaman

Minggu, 13 Maret 2011

About the Line Quality Components


Packet Loss

Much as it sounds, if you have anything less than complete success in transmitting and receiving "packets" of data then you are experiencing this problem with your Internet connection. It can mean much slower download and upload speeds, poor quality VoIP audio, pauses with streaming media and what seems like time warping in games -- your connection may even come to a total standstill! Packet loss is a metric where anything greater than 0% should cause concern.

Ping

This measurement tells how long it takes a "packet" of data to travel from your computer to a server on the Internet and back. Whenever you experience delayed responses in Internet applications - this would be due to a higher than desired ping. Similar to packet loss, lower is better when it comes to ping. A result below 100 ms should be expected from any decent broadband connection.

Jitter

Once you understand ping, jitter should also make sense. Jitter is merely the variance in measuring successive ping tests. Zero jitter means the results were exactly the same every time, and anything above zero is the amount by which they varied. Like the other quality measurements, a lower jitter value is better. And while some jitter should be expected over the Internet, having it be a small fraction of the ping result is ideal.

Selasa, 30 November 2010

Dwipayana: Keistimewaan Yogyakarta Bukan Hanya Soal Gubernur



TEMPO InteraktifJakarta - Pengamat Politik Lokal dan Otonomi Daerah Universitas Gadjah Mada, AAGN Ari Dwipayana, menyayangkan perdebatan keistimewaan Yogyakarta hanya pada level apakah gubernur ditetapkan atau dipilih. "Masih banyak aspek keistimewaan yang lain," ujarnya saat dihubungi Tempo, Rabu (1/12).

Ari mengatakan, aspek keistimewaan lain yang sebenarnya bisa dilakukan adalah bagaimana menempatkan sultan dalam posisi politik yang strategis tanpa mencederai demokrasi. Menurutnya, Jurusan Ilmu Pemerintahan UGM pernah menawarkan konsep tersebut. "Namanya Parardhya," tuturnya. 

Ia menjelaskan dalam konsep Parardhya tersebut, Sultan dan Paku Alam ditempatkan sebagai institusi tersendiri di luar gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat. "Seperti Majelis Rakyat Papua, tetapi lebih kuat," ujarnya. Kekuatan sultan, ujar Ari, nantinya terletak dari beberapa kewenangan yang dipegangnya.

Kekuasaan yang bisa diemban sultan, menurut Ari, adalah kewenangan untuk tetap dapat menentukan arah kebijakan Yogyakarta. Selain itu, sultan juga diusulkan memiliki hak veto terhadap kebijakan yang telah dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. "Jadi jika ada kebijakan yang tidak dipandang tidak berpihak pada rakyatnya, Sultan bisa mengintervensi," tuturnya. 

Selain itu, keistimewaan Yogyakarta juga bisa diletakkan pada pengaturan tentang pertanahan di Yogyakarta. "Selama ini, yang namanya Sultan Ground itu tak jelas pengaturannya," ujar Ari. Sultan Ground adalah sejumlah tanah di Yogyakarta yang diakui dimiliki Sultan sebagai hak khususnya. Selama ini, lanjutnya, Sultan Ground diakui sebagai milik Sultan. "Itu secara de facto, tapi secara de jurenya itu ada yang diakui sebagai milik negara, milik pribadi, dan lain-lain," tutur Ari.

Kontroversi soal keistimewaan Yogyakarta ini mencuat setelah Jumat pekan lalu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan bahwa sistem pemerintahan di Yogyakarta tak mungkin monarki. Inilah yang memancing reaksi. Termasuk munculnya wacana referendum yang dilontarkan sejumlah pihak di Yogyakarta.

Minggu, 28 November 2010

HOUSE Of JEREMIAH

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26

1.       DASAR HUKUM
a.       Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 16 Tahun 2009 :
b.      Undang – Undang nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang – Undang Nomor 38 Tahun 2008 ;
c.       Peraturan  Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota ABRI, Dan Para Pensiunan Atas Penghasilan Yang dibebankan Kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah;
d.      Peraturan Pemerintah Nomor 149 Tahun 2000 tentang pemotongan PPh Pasal 21 Atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Tebusan, dan Tunjangan Hari Tua;
e.      Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 181/PMK.03/2007 tentang Bentuk dan Isi surat Pemberitahuan, Serta Tata Cara Pengambilan, Pengisian, Penandatanganan, dan Penyampaian Surat Pemberitahuan;
f.        Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak;
g.       Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 186/PMK.03/2007 tentang Wajib Pajak Tertentu yang dikecualikan dan Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda karena Tidak Menyampaikan Surat Pemberitahuan Dalam Jangka Waktu yang ditentukan;
h.      Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 190/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengembalian Pembayaran Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang;
i.         Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 246/PMK.03/2008 tentang Bea siswa Yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan;
j.        Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 250/PMK.03/2008 tentang Besarnya Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun yang dapat dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap atau Pensiuanan;
k.       Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 252/PMK.03/2008 tentang Penunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak Atas Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan orang pribadi;
l.         Peraturan Menteri Keungan Nomor : 254/PMK.03/2008 tentang Penetapan Bagian Penghasilan sehubungan Dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan Serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan;
m.    Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-57/PJ/2009 tanggal 25 Mei 2009 tentang Perubahan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-31/PJ/2009 Tanggal 25 Mei 2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Jasa, dan Kegiatan orang Pribadi;
n.      Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2009 tanggal 25 Mei 2009 tentang Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26;
o.      Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-38/PJ/2009 tanggal 23 Juni 2009 tentang Bentuk formulir Surat Setoran Pajak;
p.      Peraturan Direktur jenderal Pajak No. PER-53/PJ/2009 tanggal 30 September 2009 tentang Bentuk Formulir SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2), SPT Masa PPh Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23 dan/atau Pasal 26 serta Bukti Pemotongan / Pemungutannya


2.       PPh PASAL 21/26

Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah Pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, daan kegiatan dengan nama dan bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Negeri.
Pajak Penghasilan Pasal 26 adalah Pajak Penghasilan atas dividen, bunga termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang, royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan penggunaan harta, imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan da kegiatan, hadiah dan penghargaan, pensiun dan pembayaran berkala lainnya yang diterima atau diperoleh wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia.

3.       Pemotong PPh PASAL 21/26

Termasuk pemotong PPh Pasal 21/26 adalah Bendahara Pemerintah termasuk Bendahara pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya dan kedutaan Besar Republik Indonesia di Luar Negeri.

4.       PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPh PASAL 21/26

1.       Penghasilan Yang Diterima Oleh Pejabat Negara, PNS dan ABRI Dan Para Pensiunan Yang dibebankan Kepada Keuangan Negara/Daerah (APBN/APBD)
a)      Penghasilan yang diterima berupa:
          Gaji dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya tetap dan terkait dengan gaji yang diterima oleh PNS dan anggota ABRI;
          Gaji Kehormatan dan tunjangan-tunjangan lain yang terkait atau imbalan tetap sejenisnya yang diterma oleh Pejabat Negara;
          Uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya tetap dan terkait dengan Uang Pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk janda atau duda dan/atau anak-anaknya, yang dibebankan kepada Keuangan Negara (APBN/APBD).
b)      Penghasilan berupa honorarium, uang sidang, uang hadir, uang lembur, imbalan prestasi kerja dan imbalan lain dengan nama apapun yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah (APBN/APBD).
Pengecualian:
Apabila penghasilan tersebut di atas dibayarkan kepadaa:
          Pegawai Negeri Sipil golongan II-d ke bawah : dan
          Anggota ABRI berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah.
2.       Penghasilan Yang Diterima Oleh Penerima Penghasilan selain Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota ABRI Dan Para Pensiunan Yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara/Daerah, anatara lain berupa:
-          Upah harian, upah mingguan, upah satuan, uang saku harian dan upah borongan;
-          Honorarium, uang saku, hadiah, penghargaan, komisi, bea siswa; serta pembayaran lain sebgaia imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan.
Catatan:
Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan oleh Pemerintah tidak dipotong PPh Pasal 21.

5.       PENGHASILAN YANG TIDAK DIPOTONG PPh PASAL 21/26
Penghasilan yang tidak dipotong PPh Pasal 21 adalh :
a)      Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan oleh pemerintah tidak dipotong PPh Pasal 21;
b)      Beasiswa yang diberikan kepada Warga Negara Indonesia dalam rangka mengikuti pendidikan di dalam negeri pada tingkat dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Komponen bea siswa meliputi biaya pendidikan yang dibayarkan ke sekolah (tuition fee), biaya ujian, biaya penelitian yang berkaitan dengan biaya studi yang diambil, biaya untuk pembelian buku, dan/atau biaya hidup yang wajar sesuai dengan daerah lokasi tempat belajar.

6.       PENGURANGAN YANG DIPERBOLEHKAN
a)      Atas Penghasilan Yang Dibayarkan Kepada Pejabat Negara,  Pegawai Negeri Sipil, Anggota ABRI Dan Para Pensiunan
1.       Untuk menentukan penghasilan neto Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil dan Anggota ABRI: Penghasilan Bruto dikurangi:
          Biaya Jabatan sebesar 5% dari Penghasilan bruto setinggi-tingginya Rp.6.000.000,00 (enam juta rupiah) setahun atau Rp.500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) sebulan;
          Iuran Pensiun.
2.       Untuk menentukan penghasilan neto penerima pensiun: Penghasilan Bruto dikurangi Biaya Pensiun sebesar 5% dari penghasilan bruto berupa uang pensiun setinggi-tingginya Rp.2.400.000,00 (dua juta empat ratus ribu rupiah) setahun atau Rp.200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) sebulan.
3.       Untuk menentukan Panghasilan Kena Pajak Penghasilan Neto dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
b)      Penghasilan Tidak Kena Pajak:


PTKP
Setahun
Sebulan
Untuk diri Pegawai
Tambahan untuk Pegawai yang kawin
Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan semen dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 (tiga)

Rp 15.840.000,00
Rp   1.320.000,00
Rp   1.320.000,00

Rp 1.320.000,00
Rp    110.000,00
Rp    110.000,00



PTKP Karyawati :
        Untuk karyawati status kawin :
Pengurangan Penghasilan Tidak Kena Pajak hanya untuk dirinya sendiri Rp 15.840.000,00
        Untuk Karyawati status tidak kawin :
Pengurangan PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungannya paling banyak 3 (tiga) orang.
        Untuk karyawati status kawin tetapi suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan:
Pengurangan PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP sebesar Rp 1.320.000,00 setahun atau Rp.10.000,00 sebulan ditambah PTKP tanggungan keluarga paling banyak 3 (tiga) orang, dengan syarat menunjukkkan keterangan tertulis dari pemerintah daerah setempat serendah-rendahnya kecamatan, bahwa suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan.

........ 
7.      

Sabtu, 27 November 2010

PELABUHAN LEMBAR

Pelabuhan Lembar berada di sebelah barat Pulau Lombok atau terletak di Teluk Labuhan Tereng pada posisi 0843’ 50” LS dan 11624’ 20” BT dan jarak dengan kota Mataram sekitar 30 km serta Pelabuhan Lembar adalah alternatif yang tepat dan aman, untuk berlabuhnya kapal-kapal baik di musim barat maupun musim timur. Di Lembar, selain terdapat pelabuhan umum juga terdapat pelabuhan penyeberangan yang dikelola dan diselenggarakan oleh PT.(Persero) Angkutan Sungai Danau dan Penyebrangan (ASDP) untuk melayani kapal-kapal penyeberangan lintas Lembar- Padang Bay (36 mill laut) yang dilayani oleh 24 (dua puluh empat) buah kapal penyeberangan dengan interval waktu pemberangkatan/kedatangan 1 jam dengan lama tempuh kurang lebih 4 jam.




Pelabuhan Lembar sejak penjajahan Belanda merupakan pelabuhan untuk tempat kegiatan bongkar muat perahu-perahu layar dan tempat berlindung kapal-kapal pada musim barat. Pada mulanya, Pelabuhan Lembar ini terletak di Ampenan, kota Mataram yang merupakan salah satu pelabuhan di bawah koordinasi KEDAPEL DAERAH IV Surabaya.

Pelabuhan Pantai Ampenan dipindah lokasinya ke daerah Lembar berdasarkan SK. MENHUB RI. KM. 77/LL305/PHB-77 tanggal 13 Oktober 1977.
Berdasarkan KM. 13/LL305/PHB-79 tanggal 11 Januari 1979 ditetapkan pengalihan kegiatan kepelabuhanan dari Pelabuhan Ampenan ke Pelabuhan Lembar di Lombok Propinsi Nusa Tenggara Barat, maka sejak itu telah diadakan pengalihan kegiatan kepelabuhanan dari Ampenan ke Lembar hingga sekarang.


Untuk menunjang sektor pariwisata, sejak tahun 1993 terdapat kegiatan angkutan penyeberangan cepat dari Lembar-Benoa (PP) dengan menggunakan kapal cepat jenis Hydro Foil dengan rata-rata penumpang tiap hari 100 orang. Pada musim tertentu (bulan Nopember-Maret), Pelabuhan Lembar ramai dikunjungi kapal wisata asing dari manca negara. Hal ini telah ditunjang dengan keluarnya kebijaksanaan pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Kehakiman tanggal 30 Nopember 1994 bahwa Pelabuhan Lembar telah ditetapkan sebagai daerah bebas visa kunjungan singkat.


Perempuan Manis Berkerudung

Indah Zackya



Rumah Bung Karno Terjual Rp 35 Miliar

BLITAR, KOMPAS.com — Polemik penjualan Istana Gebang di Blitar, Jawa Timur, berakhir sudah. Pemerintah Kota Blitar dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur akhirnya sepakat membeli rumah masa kecil mendiang Presiden Soekarno itu dari pihak ahli waris, Ny Soekarmini Wardojo, kakak Bung Karno.
Karena ini merupakan peninggalan budaya bernilai sejarah tinggi dan mampu menarik wisatawan, pemkot berupaya mengelolanya menjadi paket pariwisata selain wisata makam Bung Karno.
-- Wali Kota Blitar Samanhudi
Rumah di Jalan Sultan Agung, Kelurahan Bendogerit, Kecamatan Sanan Wetan, itu dibeli dengan harga Rp 35 miliar. Dana sebanyak Rp 25 miliar diambil dari APBD Pemprov Jatim dan Rp 10 miliar dari APBD Pemkot Blitar.
Sebelumnya, ahli waris Ny Soekarmini Wardojo mematok harga jual Istana Gebang, yang dikenal warga sekitar dengan sebutan Dalem Gebang, senilai Rp 50 miliar.
Namun, setelah proses tawar-menawar, akhirnya harga Rp 35 miliar disepakati. “Prinsipnya, soal harga sudah ada deal dengan pihak ahli waris. Rencananya, Istana Gebang yang merupakan bangunan cagar budaya ini akan kami jadikan Museum Bung Karno,” ujar Wali Kota Blitar Samanhudi Anwar kepada Surya, Jumat (26/11/2010) malam.
Samanhudi mengaku, pihak keluarga pada awalnya tetap bersikukuh menjual rumah itu dengan harga tinggi. Namun, Pemkot Blitar jelas tidak akan mampu membelinya. Pihaknya kemudian menawarkan agar aset Istana Gebang, sekitar 2 km ke arah selatan dari Makam Bung Karno ini, ditetapkan sebagai salah satu bangunan cagar budaya.
Tujuannya agar Istana Gebang tidak dipindahtangankan ke pihak asing yang juga tertarik. Namun, karena ahli waris bersikukuh menjual, setelah beberapa kali pertemuan, akhirnya harga Rp 35 miliar disepakati.
“Karena ini merupakan peninggalan budaya bernilai sejarah tinggi dan mampu menarik wisatawan, pemkot berupaya mengelolanya menjadi paket pariwisata selain wisata makam Bung Karno,” tandasnya.
Samanhudi juga menjelaskan, pembelian Istana Gebang yang berdiri di lahan seluas 1,4 hektar ini bakal direalisasikan pada anggaran tahun depan.http://www.facebook.com/#!/prasodjo.heru